PENERAPAN SNI 7313: 2008 SEBAGAI PEDOMAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU PADA TANAMAN CABAI
Pendahuluan
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor resiko dalam budidaya tanaman yang menyebabkan kehilangan hasil. Perubahan waktu tanam dan budidaya tanaman yang intesif dapat mendukung perkembangan OPT. Sesuai amanat Undang-Undang No.12 Tahun 1992, tentang Sistem Budidaya Tanaman, pasal 20 menyatakan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Tanaman cabai, tomat dan mentimun merupakan keluarga solanaceae dan tanaman sayuran yang banyak ditanam oleh petani. Karena merupakan komoditas yang berumur pendek, maka perlindungan tanaman dari Organisme Penggangu Tanaman harus dilakukan secara tepat dan benar, supaya dapat menghasilkan panen yang baik. Penerapan PHT dapan dilakukan dengan cara Preventif atau Kuratif. Pelaksanaan Pengendalian Hama Terpadu adalah dalam upaya untuk menerapkan SNI 7313 : 2008 tentang Batas maksimum cemaran residu pestisida pada tanaman pangan.
Raung Lingkup SNI 7313 : 2008
Memuat tentang Standar Batas Maksimum Residu Pestisida yang diperbolehkan pada hasil pertanian yang diperbolehkan beredar.
Definisi pestisida yaitu Zat, senyawa kimia (zat pengatur tumbuh dan perangsang tumbuh) organisme renik, virus dan lain-lain yang digunakan untuk melakukan perlindungan tanaman.
Residu Pestisida yaitu zat tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian baik sebagai akibat langsung atau tidak langsung dari penggunaan pestisida yang mencakup senyawa turunan pestisida, seperti senyawa hasil konversi, metabolit, senyawa hasil reaksi dan zat pengotor yang dapat memberikan pengaruh toksikologik.
Batas maksimum cemaran beberapa pestisida yang beredar menurut SNI 7313:2008
Bahan aktif:
1. Bendiokarb : mak 0,2 mg/kg
2. Diofentiuron : mak 0,2 mg/kg
3. Fipronil : mak 0,05 mg/kg
4. Imidakloprid : mak 0,1 mg/kg
5. Iprodion : mak 5 mg/kg
6. Metamidofos : mak 2 mg/k)
7. Metomil : mak 1 mg/kg
8. Monokrotofos : mak 0,2 mg/kg
9. Profenofos : mak:5 mg/kg
10. Diafenthiuron : mak : 0,2 mg/kg
Pengendalian secara preventif
a. Modifikasi lingkungan
Upaya memodifikasi lingkungan dapat dilakukan secara kultur teknis seperti pengaturan pola tanam, pengaturan sistem tanam, pemilihan varietas, pengolahan tanah, pengapuran, solarisasi, memodifikasi iklim mikro, dan pemupukan.
- Pengaturan pola tanam.
Ditinjau dari segi pengendalian OPT pengaturan pola tanam bertujuan untuk memutus siklus hidup hama dan penyakit di suatu wilayah atau area lahan tertentu. Oleh karena itu dalam pengaturan pola tanam harus diupayakan pergiliran tanaman dengan tanaman yang tidak berasal dari satu keluarga/ famili. Jika pergiliran tanaman dilakukan dalam satu famili, OPT akan selalu mendapatkan inang, sehingga siklus hidupnya berlanjut. - Pengaturan sistem tanam. Untuk mengurangi serangan OPT sistem tanam dapat dilakukan dengan sistem tumpangsari, tumpanggilir, menanam tanaman perangkap, menanam tanaman penghadang, atau menanam di dalam rumah kasa.
- Tumpanggilir tanaman cabai merah dengan tanaman bawang merah di dataran rendah bertujuan untuk menekan serangan trips pada tanaman muda dan menekan kematian tanaman cabai akibat suhu udara yang panas. Tanaman bawang merah ditanam 1 bulan sebelum tanaman cabai, supaya fungsinya nyata sebagai pelindung tanaman cabai.
- Menanam tanaman penghadang 4 baris jagung di sekeliling tanaman cabai merah 1,5 bulan sebelum tanam cabai merah bertujuan untuk menekan serangan hama kutukebul.
- Menanam tanaman cabai di rumah kasa bertujuan untuk menekan seranganhama ulat buah dan hama ulat grayak.
3. Pemilihan varietas. Selain karena selera pasar, produktivitas tinggi dan kesesuaian dengan kondisi lahan, faktor penting lain dalam memilih varietas ialah yang tahan terhadap serangan OPT. Berikut ini adalah beberapa varietas yang tahan terhadap OPT :
- Cabai merah varietas Tanjung 1 agak toleran terhadap hama pengisap seperti trips dan kutu daun
- Mentimun varietas Saturnus, Mars, dan Pluto agak tahan terhadap penyakit virus ZYMV
4. Pengolahan tanah.
Ditinjau dari sudut pengendalian hama dan penyakit, pengolahan tanah yang baik dan benar bertujuan untuk menekan populasi OPT tanah. Oleh karena itu jeda waktu yang diperlukan dari saat pengolahan tanah awal sampai dengan siap tanam minimal 1 bulan. Dengan jeda waktu yang panjang, patogen dan sisa-sisa pupa dari hama di dalam tanah akan terjemur oleh sinar matahari sehingga akan mati.
5. Pengapuran.
Tanaman dapat tumbuh baik pada tanah yang mempunyai kisaran pH tertentu, karena pH tanah berpengaruh terhadap penyerapan unsur hara oleh tanaman. Jika pH tanah tidak sesuai, maka pertumbuhan tanaman menjadi kurang optimum, sehingga rentan terhadap serangan OPT. Pada umumnya kemasaman tanah untuk tanaman sayuran dan palawija berkisar pada pH 5,6-6,8. Jika pH tanah kurang dari kisaran angka tersebut dapat dilakukan pengapuran menggunakan dolomit atau kaptan yang dilakukan minimal 1 bulan sebelum tanam.
6. Solarisasi.
Solarisasi adalah penutupan permukaan tanah menggunakan plastik polietilin selama 1,5 bulan. Solarisasi dilakukan setelah pencangkulan pertama.Tujuannya ialah menaikkan suhu tanah hingga ± 500 C agar OPT dalam tanah seperti nematoda, orong-orong, uret, patogen penyakit, dan ulat tanah mati.
7. Penggunaan mulsa plastik hitam perak.
Pada umumnya serangga hama berkepompong di dalam tanah. Oleh karena salah satu tujuan penggunaan mulsa plastik hitam perak ialah untuk memutus siklus hidup hama. Hal ini disebabkan hama seperti trips, ulat buah, ulat grayak tidak dapat berkepompong di dalam tanah di sekitar tanaman karena terhalang oleh mulsa plastik tersebut.
8. Modifikasi iklim mikro.
Modifikasi iklim mikro dapat dilakukan dengan pengaturan jarak tanam. Pada musim hujan diupayakan jarak tanam lebih lebardibandingkan dengan jarak tanam pada musim kemarau.
9. Pemupukan.
Tanaman memerlukan unsur makro dan mikro yang sesuai dengan kebutuhannya agar dapat tumbuh optimal. Tanaman yang kelebihan atau kekurangan unsur hara akan rentan terhadap serangan OPT. Pemupukan Nitrogen yang berlebihan akan mengakibatkan ukuran sel tanaman membesardengan dinsing sel yang lebih tipis. Akibatnyapatogen dan hama lebih mudah menembus. Kekurangan unsur Fosfat dan Kalium akan mengakibatkan tanaman mudah terserang oleh penyakit. Dengan demikian pemupukan harus berimbang. Oleh karena itu sebelum tanam perlu dilakukan analisis tanah terlebih dahulu agar pemberian pupuk tepat.
b. Perlakuan benih/ bibit.
Perlakuan benih menggunakan pestisida dilakukan untuk menekan serangan OPT tular tanah dan tular benih.
1. Untuk menekan serangan penyakit tular tanah, sebelum ditanam/ disemai benih direndam dalam larutan fungisida Propamokarb hidroklorida (1 ml/l) selama 0,5jam atau dalam air hangat suam-suam kuku selama 0,5 jam.
2. Untuk menekan serangan kutukebul terhadap bibit cabai, mentimun, dan tomat, dilakukan penyiraman larutan insektisida Tiametoksam (0,5 ml/l) dengan dosis 50 ml/ tanaman pada umur 2 dan 4 minggu setelah semai.
c. Perlakuan tanah
Perlakuan tanah dilakukan untuk menekan serangan OPT dalam tanah. Macam perlakuan tanah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
- Jika ditemukan nematoda sebanyak 300 ekor/ 1 kg contoh tanah atau 300 sista hidup NSK/ 1 kg contoh tanah, maka lahan diberi perlakuan dengan nematisida Karbofuran sebanyak 60 kg/ha
- Jika ditemukan uret atau orong-orong, maka lahan diberi perlakuan dengan insektisida Fipronil 0,3 G sebanyak 15 kg/ha
- Untuk daerah endemik serangan penyakit layu bakteri dan layu fusarium, lahan diberi perlakuan dengan bakterisida Oksitetrasiklin (konsentrasi formulasi 1 ml/liter) dengan dosis 200 ml/ lubang tanam yang diaplikasikan satu hari sebelum tanam
d. Pemasangan perangkap OPT
Pemasangan perangkap OPT bertujuan untuk menekan populasi awal OPT agar perkembangannya tidak menimbulkan kerugian. Beberapa macam perangkap OPT adalah sebagai berikut :
1. Untuk menekan populasi trips, kutudaun, kutukebul, dan tungau dipasang pe- rangkap lekat warna kuning sebanyak 40-50 buah/ ha. Perangkap tersebut dipasang pada saat tanam.
2. Untuk mengendalikan hama lalat buah dipasang perangkap Metil Eugenol sebanyak 40-50 buah/ha. Pada tanaman cabai pemasangan perangkap Metil Eugenol dilakukan ketika tanaman mulai berbunga.
e. Penyemprotan fungisida secara preventif
Pada pengendalian penyakit tanaman, strategi penggunaan pestisida yang disusun berdasarkan prinsip pencegahan atau preventif, bukan menunggu sampai timbulnya gejala serangan atau kuratif. Strategi ini tampak agak berbeda dengan prinsip pengendalian hama yang menganjurkan agar dilakukan pengamatan terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan pengendalian menggunakan pestisida. Hal ini disebabkan dari hasil beberapa penelitian dan pengalaman menunjukkan bahwa dengan strategi pengendalian penyakit secara preventif, jumlah penggunaan pestisida lebih rendah dibanding dengan jumlah penggunaan pestisida pada pengendalian secara kuratif. Strategi ini juga terbukti memperkecil risiko kegagalan panen. Sebagai contohuntuk mencegah serangan penyakit busuk buah antraknospada tanaman cabai dilakukan penyemprotan fungisida Asilbenzolar s-metil +Mankozeb sejak tanaman cabai berbunga dengan interval 1 minggu. Jangan menggunakan fungisida tersebut jika pertanaman cabai sudah terserang oleh penyakit busuk buah, karena akan memperparah.
Sumber referensi :
- Badan Standar Standardisasi Nasional : SNI 7313;2008: Batas Maksimum Residu Pestisida Hasil Pertanian.
- Juknis Gerakan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Serelia. Dirjen Perlindungan Tanaman Pangan.2018
- Modul pelatihan VegIMPACT, Balitsa 2014